Wajib Menafkahi Istri
Bersama Pemateri :
Ustadz Ahmad Zainuddin
Wajib Menafkahi Istri adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Risalah Penting Untuk Muslimah, sebuah kitab buah karya Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr Hafidzahullah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc. pada 23 Jumadal Awwal 1440 H / 30 Januari 2019 M.
Kajian Islam Tentang Wajib Menafkahi Istri – Risalah Penting Untuk Muslimah
Termasuk dari petunjuk-petunjuk Al-Qur’an tentang berbuat kebajikan kepada perempuan. Pada pertemuan sebelumnya kita sudah membaca apa yang disebutkan oleh penulis Hafidzahullahu Ta’ala bahwa termasuk dari petunjuk Al-Qur’an untuk berbuat kebajikan kepada perempuan adalah perintah untuk bermuamalah, berinteraksi sesama perempuan didalam batasan yang ma’ruf dan ihsan.
Yang kedua, termasuk dari petunjuk Al-Qur’an dalam berbuat baik kepada para perempuan adalah meletakkan batasan-batasan yang sangat detail berkaitan dengan nafkah terhadap seorang perempuan saat menjadikannya sebagai istrinya atau saat menceraikannya disertai dengan perintah untuk memperhatikan kebajikan berbuat baik kepadanya dan mendahulukan hal itu disetiap keadaannya.
Pada pertemuan sebelumnya kita sudah sampai pada bab ini dan kita sudah menyebutkan bahwasanya salah satu petunjuk Al-Qur’an untuk berbuat baik kepada para perempuan sebagai bentuk pemuliaan terhadap para perempuan adalah Al-Qur’an meletakkan batasan-batasan yang sangat detail berkaitan dengan nafkah terhadap seorang istri saat ia menjadi istri atau saat ia sudah dicerai.
Ini menunjukkan bahwasanya ketika seorang suami mencerai istrinya, maka tetap saja ada nafkah yang diberikan oleh suami kepada istrinya. Tentunya sesuai dengan penjelasan-penjelasan nantinya. Seperti misalkan disini penulis Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Bard Hafidzahumullah menyebutkan dalil surah Al-Baqarah ayat 236 dan 237.
ا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً ۚ وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ ﴿٢٣٦﴾
“Tidak mengapa atas kalian jika kalian menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut’ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Al-Baqarah[2]: 236)
Ini maksudnya adalah apabila seorang suami mencerai istrinya sesudah akad tetapi belum digauli sama sekali, ataupun sesudah disebutkan maharnya, jika si suami mungkin cerai istrinya, maka termasuk perbuatan ihsan dari seorang suami kepada istrinya yang dia cerai dan belum dia gauli adalah memberi hadiah kepada istri sesuai dengan kemampuannya berdasarkan ayat ini.
Ayat yang selanjutnya:
وَإِن طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إِلَّا أَن يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ ۚ وَأَن تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۚ وَلَا تَنسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّـهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ ﴿٢٣٧﴾
“Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah[2]: 237)
Kalau sudah kita pahami itu, maka pada pertemuan sebelumnya, permasalahan ini dilebarkan. Yaitu ketika penulis hanya menyebutkan tentang tentang nafkah saat mencerai, maka dibahas pula permasalahan ini tentang hukum nafkah. Kewajiban bagi suami atas istrinya.
Maka pada pertemuan sebelumnya kita sudah sebutkan bahwa termasuk hak istri adalah suami wajib menafkahinya dan itu masuk kedalamnya adalah makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan seluruh apa saja yang diperlukan oleh istri untuk bisa hidup bersama suaminya.
Ini perlu diperhatikan bahwasanya hukum seorang suami menafkahi istrinya adalah wajib. Dan yang diwajibkan adalah yaitu makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan seluruh yang diperlukan oleh istri untuk bisa hidup bersama suaminya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan dalil-dalil tentang wajibnya menafkahi istri bagi para suami. Diantara dalil-dalil tersebut adalah surat an-Nisa ayat 34:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّـهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa[4]: 34)
Oleh sebab itulah kepala keluarga ada pada lelaki, kepemimpinan ada pada lelaki, ini disebabkan karena nafkah yang diberikan oleh suami terhadap istrinya.
Dalil yang kedua yaitu surat At-Talaq ayat 7, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ ۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّـهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّـهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّـهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا ﴿٧﴾
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. At-Talaq[65]: 7)
Didalam ayat ini terdapat pelajaran wajibnya seorang suami memberikan nafkah kepada istrinya. Dan didalam ayat ini juga terdapat pelajaran bahwa menafkahi istri sesuai dengan kemampuan suami. Bukan sesuai dengan keinginan istri.
Dalam ayat ini juga terdapat pelajaran bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya. Dalam ayat ini juga terdapat pelajaran bahwa setiap suami yang berusaha mengais rezeki untuk menafkahi istrinya dan anak-anaknya maka niscaya akan dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ayat yang ketiga yaitu surat Al-Baqarah ayat 233, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah[2]: 233)
Simak pada menit ke-17:06
Download mp3 Kajian Tentang Wajib Menafkahi Istri – Risalah Penting Untuk Muslimah
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46819-wajib-menafkahi-istri/